MENGUKUR MASA DEPAN ORGANISASI MELALUI PERSPEKTIF BALANCED SCORECARD (BSC)
Oleh: Dr. Agus Zaenul Fitri, M.Pd
Abstrak:
The balanced scorecard has evolved from its
early use as a simple performance measurement framework to a full strategic
planning and management system. The “new” balanced scorecard transforms an
organization’s strategic plan from an attractive but passive document into the
"marching orders" for the organization on a daily basis. It provides
a framework that not only provides performance measurements, but helps planners
identify what should be done and measured. It enables executives to truly
execute their strategies.
Kata
Kunci: Mengukur, Masa depan Organisasi, Balance Scorecard.
Pendahuluan
Pengukuran kinerja suatu organisasi/perusahaan adalah
sangat penting bagi para manajer untuk mengevaluasi dan merencanakan masa
depan. Beberapa jenis informasi yang digunakan dalam pengendalian disiapkan
dalam rangka menjamin bahwa pekerjaan yang dilakukan telah dilakukan secara
efektif dan efisien. Kelebihan Balance Scorecard (BSC) dengan model
pengukuran yang lain adalah pada keseimbangan empat perspektif (Financial,
Customer, Internal Business Processes, Learning and Growth). Selain itu,
BSC mampu mengukur performansi organisai dimasa depan. Pengukuran kinerja
merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi sebuah organisasi.
Pengukuran tersebut, dapat digunakan untuk menilai keberhasilan organisasi
serta sebagai dasar penyusunan imbalan dalam organisasi. Selama ini pengukuran
kinerja secara tradisional hanya menitikberatkan pada sisi keuangan. Manajer
yang berhasil mencapai tingkat keuntungan yang tinggi akan dinilai berhasil dan
memperoleh imbalan yang baik dari organisasi. Akan tetapi, menilai kinerja organisasi
semata-mata dari sisi keuangan akan dapat menyesatkan, karena kinerja keuangan
yang baik saat ini dapat dicapai dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan
jangka panjang organisasi. Dan sebaliknya, kinerja keuangan yang kurang baik
dalam jangka pendek dapat terjadi karena organisasi melakukan
investasi-investasi demi kekepentingan jangka panjang. (Ali Mutasowifin, 2002: 245).
Untuk mengatasi kekurangan ini, maka diciptakan suatu metode pendekatan yang
mengukur kinerja organisasi dengan mempertimbangkan 4 aspek yaitu aspek
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta proses belajar dan berkembang.
Konsep Balanced Scorecard (BSC)
Balanced
Scorecard menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton
(1997:7) merupakan suatu metode penilaian yang mencakup empat perspektif untuk
mengukur kinerja organisasi, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Balanced
Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu kartu nilai (scorecard) dan balanced
(berimbang). Maksudnya adalah kartu nilai untuk mengukur kinerja personil
yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan
sebagai evaluasi. Serta berimbang (balanced) artinya kinerja personil
diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non-keuangan, jangka
pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor
personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa
depan, personil tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian
kinerja keuangan dan non-keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang,
serta antara kinerja bersifat internal dan kinerja eksternal (fokus komprehensif).
Balanced
Scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap
manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard
Business School) dan David Norton (Renaissance Solution, Inc.). Pengakuan atas
beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja
keuangan sebelumnya, BSC menyajikan sebuah perspektif yang jelas sebagaimana
sebuah organisasi harus mengukur supaya tercapai keseimbangan perspektif
keuangan. Kaplan dan Norton merangkum rasional untuk BSC sebagai berikut.
BSC
tetap mempertahankan pengukuran keuangan tradisional, tetapi pengukuran
keuangan menceritakan kejadian masa lalu, suatu laporan yang cukup untuk era
industri untuk kemampuan investasi jangka panjang dan relationship pelanggan
tidak secara kritis untuk keberhasilan. Pengukuran keuangan adalah tidak layak,
bagaimanapun juga, untuk memandu dan mengevaluasi suatu perjalanan yang mana organisasi
pada era informasi harus membuat suatu nilai masa depan melalui investasi dalam
pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi, dan inovasi.
BSC
menyarankan bahwa kita melihat suatu kinerja organisasi dari empat perspektif
berikut: (1) The Learning and Growth Perspective, (2) The Business
Process Perspective, (3) The Customer Perspective, dan (4) The Financial
Perspective.
Learning
and Growth Perspective.
Kategori-kategori
yang terdapat dalam perspektif ini teridiri atas kemampuan karyawan; kemampuan
sistem informasi; dan motivasi, pemberdayaan, serta kesesuaian dengan standard
kinerja. Ukuran intinya adalah produktivitas karyawan, yang diukur dari: jumlah
output tiap karyawan, tingkat kepuasan karyawan, tinggi rendahnya pengakuan
terhadap prestasi karyawan, tingkat keterlibatan karyawan dalam proses
pengambilan keputusan, kemudahan akses karyawan terhadap informasi yang
menunjang pekerjaannya, dan tingkat retensi atau penolakan karyawan, yang
diukur dari jumlah perputaran (turn over) staf atau karyawan potensial.
Internal-Business-Process
Perspective.
Dalam perspektif internal-business-process,
manajer mengenali proses-proses kritis pada yang mana mereka harus unggul jika
mereka akan mencapai tujuan-tujuan dari shareholder dan segmenpelanggan yang
menjadi target. Sistem pengukuran performans konvensional fokus hanya pada
monitoring dan peningkatan biaya, mutu, dan waktu yang didasarkan pada proses
bisnis yang ada. Secara jelas, pendekatan dari BSC memungkinkan permintaan
untuk performans proses internal untuk menurunkan harapan-haran khusus dari
pihak eksternal organisasi.
Customer
Perspective.
Perspektif pelanggan ini menggambarkan
tampilan organisasi di mata pelanggan. Hal ini merupakan konsekuensi dari
tingkat persaingan usaha yang makin ketat, sehingga organisasi dituntut
memahami kebutuhan pelanggannya (customer driven company). Ukuran utama
dari perspektif pelanggan adalah market share, custumer acquisition,
custumer retention, customer satisfaction, dan customer profitability. Kelima
buah ukuran ini tidaklah terpisah-pisah, melainkan memiliki saling
keterhubungan.
Financial
Perspective.
Tujuan finansial menyajikan suatu fokus untuk
tujuan dan ukuran dalam seluruh perspektif BSC. Setiap ukuran dipilih harus
menjadi bagian dari suatu hubungan sebab-akibat yang memuncak dalam peningkatan
performans keuangan. BSC harus menguraikan tentang strategi, dimulai dengan
tujuan finansial jangka panjang, dan kemudian keterkaitannya terhadap
bagian-bagian tindakan yang harus diambil dengan proses finansial, pelanggan,
internal proses, dan terakhir karyawan dan sistem untuk mengantarkan performansi
ekonomis jangka panjang yang diharapkan. Walaupun bergantung pada daur hidup
industrinya, tujuan strategi perspektif keuangan pada umumnya terkait pada
upaya: peningkatan pendapatan, pengurangan biaya atau peningkatan
produktivitas, dan utilisasi aset organisasi.
Dibandingkan
dengan konsep manajemen strategis umum, BSC memiliki beberapa konsep penting: (1)
Menambahkan 3 perspektif tambahan pada perspektif finansial yang telah ada; (2)
Konsep penting kedua adalah penggunaan indikator leading dan lagging.
Indikator lagging adalah pengukuran yang menjelaskan sesuatu telah
terjadi, karena itu jika organisasi bereaksi pada pengukuran itu akan menjadi
terlambat. Contohnya adalah ukuran finansial itu sendiri. Indikator leading sebaliknya
menceritakan sesuatu mengenai masa depan. Contohnya jika organisasi memperbaiki
indeks kepuasan pelanggannya, maka organisasi akan dalam jalur yang benar
mendapatkan penjualan tahunan yang lebih baik; dan (3) Hubungan sebab-akibat.
Jika kita memiliki sejumlah indikator yang terkait dalam cara dimana kinerja
sekarang satu indikator menjadi indikasi kinerja yang baik di masa depan dari
indikator yang lain, maka kita telah membangun peta hubungan sebab-akibat.
Balanced Scorecard menekankan
bahwa pengukuran keuangan dan non keuangan harus merupakan bagian dari
informasi bagi seluruh pegawai dari semua tingkatan bagi organisasi. Tujuan dan
pengukuran dalam Balanced Scorecard bukan hanya penggabungan dari
ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan yang ada, melainkan merupakan hasil
dari suatu proses atas bawah (top-down) berdasarkan misi dan strategi
dari suatu unit usaha, misi dan strategi tersebut harus diterjemahkan dalam
tujuan dan pengukuran yang lebih nyata (Teuku Mirza, 1997: 14).
11. Komunikasi & hubungan
Balanced
Scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang
dilakukan organisasi untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang
saham konsumen karena untuk tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang
baik. Untuk itu Scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang
terdiri dari 3 kegiatan: (1) Communicating dan education; (2) Setting goal;
dan (3) Linking reward to performance measure.
22. Rencana Bisnis
Rencana
bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara bisnis dan rencana
keuangan mereka. Hampir semua organisasi pada saat ini mengimplementasikan
berbagai macam program yang mempunyai keunggulan masing-masing yang saling
bersaing antara satu dengan yang lain, sehingga akan menyulitkan manajer untuk
mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Dengan
menggunakan Balanced Scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber
daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk diprioritaskan akan
menggerakkan mereka ke arah tujuan jangka panjang organisasi menyeluruh.
33. Umpan balik dan pembelajaran
Dengan Balanced
Scorecard sebagai pusat system manajemen organisasi maka organisasi
tersebut akan dapat melakukan monitor terhadap apa yang dihasilkan organisasi
dalam jangka pendek dari tiga perspektif yang ada dalam Balanced Scorecard yaitu
konsumen, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan akan
dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi dalam kinerja.
Kinerja
Perspektif Keuangan
Kinerja
keuangan Pada Balanced Scorecard tetap menjadi perhatian, karena ukuran
keuangan merupakan suatu ikhtisar dan konsekuensi ekonomi yang terjadi yang
disebabkan oleh keputusan dan ekonomi yang diambil (Teuku Mirza, 1997: 15). Ukuran
kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, sasaran strategik, inisiatif strategik
dan implementasinya mampu memberikan kontribusi dalam menghasilkan laba bagi organisasi,
Kaplan & Norton (1996: 48), mengidentifikasikan tiga tahapan dari siklus
kehidupan bisnis yaitu:
1. Pertumbuhan (growth)
Growth adalah
tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu
organisasi memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki
tingkat pertumbuhan yang baik sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk
berkembang biak. Perusahaan dalam tahap ini mungkin secara actual beroperasi dalam
arus kas yang negatif dari tingkat pengembalian atas modal investasi yang
rendah. Sasaran keuangan dari bisnis yang berada pada tahap ini seharusnya
menekankan pengukuran pada tingkat pertumbuhan penerimaan atau penjualan dalam
pasar yang ditargetkan.
2. Bertahan (Sustain Stage)
Sustain
stage merupakan suatu tahap dimana organisasi masih melakukan
investasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam hal
ini organisasi berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan
mengembangkannya apabila mungkin. Secara konsisten pada tahap ini organisasi
tidak lagi bertumpuk pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuntungan
pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang
dilakukan.
3.
Menuai (Harvest)
Tahap
ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana organisasi
melakukan panen terhadap investasi yang dibuat pada dua tahap sebelumnya.
Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk
pemeliharaan peralatan dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan
ekspansi/membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah
memaksimumkan kas yang masuk ke organisasi. Untuk menjadikan organisasi suatu institusi
yang mampu berkreasi diperlukan keunggulan di bidang keuangan. Melalui
keunggulan di bidang ini, organisasi menguasai sumber daya yang sangat
diperlukan untuk mewujudkan tiga perspektif strategi lain yaitu perspektif
pelanggan perspektif proses bisnis internal dan perspektif proses pertumbuhan
dan pembelajaran.
Kinerja
Perspektif Konsumen
Suatu
produk atau jasa dikatakan mempunyai nilai bagi konsumennya jika manfaat yang
diterimanya relatif lebih tinggi dari pada pengorbanan yang dikeluarkan oleh
konsumen tersebut untuk mendapat produk dan jasa itu. Produk atau jasa tersebut
akan semakin mempunyai nilai apabila manfaatnya mendekati ataupun melebihi dari
apa yang diharapkan oleh konsumen. Menurut Kaplan dan Norton (1956) organisasi
diharapkan mampu membuat suatu segmentasi pasar dan ditentukan target pasarnya
yang paling mungkin untuk dijadikan sasaran sesuai dengan kamampuan sumber daya
dan rencana jangka panjang organisasi.
Perspektif
Proses Internal Bisnis
Dalam
perspektif bisnis internal, organisasi harus meng-identifikasikan proses internal
yang penting dimana organisasi harus melakukannya dengan sebaikbaiknya. Karena
proses internal tersebut memiliki nilai-nilai yang diinginkan pelanggan dan
akan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh pemegang saham (Ancella
Hermawan, 1996: 56).
Para manager harus memfokuskan perhatiannya
pada proses bisnis internal yang menjadi penentu kepuasan pelanggan kinerja organisasi
dari perspektif pelanggan. Kinerja dari perspektif tersebut diperoleh dari
proses kinerja bisnis internal yang diselenggarakan organisasi. Perusahaan harus
memilih proses dan kompetensi yang menjadi unggulannya dan menentukan ukuran-ukuran
untuk menilai kinerja-kinerja proses dan kompetensi tersebut. Analisis atau
proses bisnis internal organisasi dilakukan melalui analisis rantai nilai (value
chain analysist).
Masing-masing
organisasi mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi
pelanggannya. Secara umum Kaplan dan Norton (1996: 96) membaginya menjadi tiga
prinsip dasar yaitu: (1) Inovasi. Pengukuran kinerja dalam proses inovasi
selama ini kurang mendapatkan perhatian, dibandingkan pengukuran kinerja yang
dilakukan dalam proses operasi. Pada tahap ini organisasi mengidentifikasikan keinginan
dan kebutuhan para pelanggan di masa mendatang serta merumuskan cara untuk
memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut; (2) Operasi. Tahap ini merupakan
tahap akhir di mana organisasi secara nyata berupaya untuk memberikan solusi
kepada para pelanggannya dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan langganan dan
kebutuhan mereka. Kegiatan operasional berasal dari penerimaan pesanan dari
pelanggan dan berakhir dengan pengiriman produk atau jasa pada pelanggan.
Kegiatan ini lebih mudah diukur kejadiannya yang rutin dan terulang; dan (3) Layanan
pasca jual
Dalam
tahap ini organisasi berupaya memberikan manfaat tambahan kepada para pelanggan
yang telah membeli produk-produknya dalam bentuk layanan pasca transaksi.
Perspektif
Pertumbuhan dan Pembelajaran
Tujuan
dimasukkannya kinerja ini adalah untuk mendorong organisasi menjadi organisasi
belajar (learning organization) sekaligus mendorong pertumbuhannya
(Teuku Mirza, Usahawan, 1997). Kaplan dan Norton membagi tolak ukur perspektif
ini dalam tiga prinsip yaitu:
Pertama,
People. Tenaga kerja pada organisasi dewasa ini lebih lanjut dituntut untuk
dapat berpikir kritis dan melakukan evaluasi terhadap proses dan lingkungan
untuk dapat memberikan usulan perbaikan. Oleh sebab itu, dalam pengukuran
strategi organisasi, salah satunya harus berkaitan secara spesifik dengan
kemampuan pegawai, yaitu apakah organisasi telah mencanangkan peningkatan
kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki. Dalam kaitannya dengan sumber daya
manusia ada tiga hal yang perlu ditinjau dalam menerapkan Balanced Scorecard:
(1) Tingkat kepuasan karyawan. Kepuasan karyawan merupakan suatu para kondisi
untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, pelayanan kepada konsumen dan kecepatan
bereaksi. Kepuasan karyawan menjadi hal yang penting khususnya bagi organisasi
jasa; (2) Tingkat perputaran karyawan (retensi karyawan). Retensi karyawan
adalah kemampuan organisasi untuk mempertahankan pekerja-pekerja terbaiknya
untuk terus berada dalam organisasinya. Perusahaan yang telah melakukan investasi
dalam sumber daya manusia akan sia-sia apabila tidak mempertahankan karyawannya
untuk terus berada dalam organisasi; dan (3) Produktivitas karyawan. Produktivitas
merupakan hasil dari pengaruh rata-rata dari peningkatan keahlian dan semangat
inovasi, perbaikan proses internal, dan tingkat kepuasan pelanggan. Tujuannya
adalah menghubungkan output yang dilakukan para pekerja terhadap jumlah
keseluruhan pekerja.
Kedua, System.
Motivasi dan ketrampilan karyawan saja tidak cukup untuk menunjang pencapaian
tujuan proses pembelajaran dan pertumbuhan apabila mereka tidak memiliki
informasi yang memadai. Pegawai di bidang operasional memerlukan informasi yang
memadai. Pegawai di bidang operasional memerlukan informasi yang cepat, tepat
waktu dan akurat sebagai umpan balik, oleh sebab itu karyawan membutuhkan suatu
system informasi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Ketiga, Organizational
Procedure. Prosedur yang dilakukan suatu organisasi perlu diperhatikan
untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Prosedur dan perbaikan rutinitas
harus diteruskan karena karyawan yang sempurna dengan informasi yang berlimpah
tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak
dimotivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan organisasi atau apabila mereka
tidak diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan atau bertindak.
Dalam
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, organisasi melihat 3 faktor utama,
yaitu Orang, Sistem, dan Prosedur organisasi yang berperan dalam
pertumbuhan jangka panjang organisasi.
Hasil pengukuran ke 3 perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan
kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem dan prosedur yang
ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang handal. Untuk
memperkecil kesenjangan ini organisasi
harus melakukan investasi kedalam 3 faktor tersebut untuk menjamin
tercapainya tujuan organisasi jangka
panjang.
Balance
Scorecard mengembangkan
tujuan dan ukuran untuk mendorong pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif
keuangan, pelanggan dan proses bisnis intern mengidentifikasikan dimana
organisasi harus unggul untuk mencapai kinerja yang handal. Tujuan di dalam perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan menyediakan infrastruktur untuk mencapai tujuan dari ke 3
perspektif Balance Scorecard lainnya, dan merupakan pendorong untuk
mencapai hasil yang baik sekaligus mendorong organisasi menjadi Learning
Organization dan memicu pertumbuhannya.
Balance
Scorecard tidak
hanya menekankan investasi untuk perlengkapan baru atau penelitian dan
pengembangan produk baru saja tetapi organisasi harus melakukan investasi di
dalam infrastruktur organisasi itu sendiri yang terdiri dari orang, sistem
dan prosedur. Umumnya
organisasi organisasi di lapangan menunjukkan adanya suatu kecenderungan untuk
mengaplikasikan struktur organisasi desentralisasi berikut jenis
kepemimpinannya dan ini akan berlanjut terus di kemudian hari. Sistem desentralisasi ini dan pemberdayaan
Sumber Daya Manusia menurut para pelaku ekonom dapat diarahkan untuk
meningkatkan efektifitas dan keunggulan kompetitif bagi organisasi, meskipun
manajemen akan menghadapi kesulitan dalam menghadapi visi strateginya dan
mengeleminir conflik of interest yang mengarah pada keselarasan tujuan (gool
congruence). Menurut pendapat Kaplan dan Norton (1996), dalam
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ada tiga faktor yang harus
diperhatikan, yaitu: (1) Kemampuan pekerja (Employee capabilities); (2) Kemampuan
sistem informasi (Information system capabilities); dan (3) Motivasi,
Pemberdayaan dan Penyetaraan (Motivation, empowerment, and alignment)
Konsep
hubungan sebab-akibat memegang peranan yang sangat penting dalam Balance
Scorecard, terutama dalam penjabaran tujuan dan pengukuran masing-masing
perspektif. Unsur sebab-akibat tersebut akan berkaitan antara keempat
perspektif yang telah disebutkan sebelumnya. Misalnya pertama-tama ditetapkan
tujuan perspektif keuangan, yaitu Return On Capital Employed (ROCE).
Pemicu kinerja tersebut adalah tingkat penjualan yang tinggi pada pelanggan,
yang merupakan hasil dar loyalitas pelanggan. Sehingga loyalitas pelanggan akan
dimasukkan dalam Balance Scorecard yaitu dalam kategori perspektif
pelanggan karena dianggap mempunyai pengaruh kuat terhadap besarnya ROCE.
Dengan analisa preferensi pelanggan disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan dapat
diperoleh melalui pengiriman tepat waktu. Sehingga perbaikan dalam hal pengiriman
tepat waktu, akan menambah loyalitas pelanggan yang akhirnya akan meningkatkan
kinerja keuangan. Loyalitas pelanggan dan pengiriman tepat waktu akan
dimasukkan dalam perspektif pelanggan. Selanjutnya harus dilihat proses bisnis
internal apakah yang perlu dilakukan sebaik mungkin oleh organisasi apabila
ingin memperoleh pengiriman tepat waktu. Faktor waktu siklus produksi yang
singkat dan kualitas proses internal yang tinggi merupakan faktor-faktor yang
akan dimasukkan dalam proses bisnis internal Balance Scorecard karena
dianggap merupakan faktor yang menentukan pengiriman yang tepat waktu. Dan
akhirnya, penurunan waktu siklus produksi dan proses internal yang berkwalitas
tinggi dapat diperoleh dengan melatih dan meningkatkan kemampuan pegawai
operasional, sehingga faktor pelatihan dan peningkatan kemampuan pegawai akan
dimasukkan dalam perspetif proses Pembelajaran dan pertumbuhan dalam Balance
Scorecard. Dengan demikian, suatu unit usaha organisasi, dan setiap
pengukuran dalam Balance Scorecard harus merupakan elemen dari rantai
hubungan sebab-akibat.
Balance
Scorecard yang baik juga harus mencerminkan bauran
antara pengukuran hasil yang diperoleh dan pengukuran terhadap pemicu kinerja. Pengukuran
atas hasil yang diperoleh tidak menunjukkan bagaimana hasil tersebut diperoleh
dan tidak memberikan indikasi awal apakah strategi organisasi dilaksanakan
dengan sukses atau tidak. Sebaliknya, pengukuran atas pemicu kinerja, misalnya
waktu siklus produksi atau tingkat kerusakan dalam produksi, hanya memberikan
informasi apakah organisasi dapat mencapai perbaikan operasional jangka pendek,
tetapi tidak mengungkapkan apakah perbaikan operasional tersebut berdampak pada
peningkatan usaha maupun kinerja keuangan.
Idealnya suatu organisasi tidak hanya
mempertahankan kinerja relatif yang ada, tapi memperbaiki secara terus menerus.
Perbaikan secara terus menerus hanya dapat dicapai apabila organisasi
melibatkan mereka yang langsung terkait dalam proses bisnis internal.
Faktor Pendorong yang Spesifik dari
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Apabila
suatu organisasi telah memilaih ukuran untuk kelompok pengukuran inti (core
employee measurement group) yang terdiri dar kepuasan pegawai, kesetiaan
pegawai dan produktifitas pegawai. Perusahaan tersebut harus mengidentifikasi
pendorong/syarat yang spesifik di dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Pendorong/syarat tersebut menurut Kaplan dan Norton (1996), terdiri atas tiga
komponen, yaitu: (1) Meningkatkan kebali keahlian satuan kerja (Reskilling
the work force); (2) Kemampuan sistem dan teknologi informasi (Information
Systems Capabilities); (3) Motivasi, pembagian wewenang dan Penyetaraan (Motivation,
empowerment, and alignment)
Simpulan
Aplikasi Balance Scorecard
dimulai dari akarnya yaitu pembelajaran dan pertumbuhan , yang memberikan
kontribusi pada proses internal bisnis, sehingga pelanggan menjadi puas dan
pada akhirnya organisasi akan mendapatkan keuntungan yang tercermin dalam
performasi keuangan.
Akhirnya, kemampuan untukmemenuhi
target untuk tujuan keuangan, pelanggan dan proses bisnis intern tergantung
kepada kemampuan organisasi untuk belajar dan pertumbuhan. Mereka yang memungkinkan
belajar dan pertumbuhan khususnya berasal dari 3 sumber, yaitu pegawai, sistem
dan Penyetaraan organisasi. Strategi untuk kinerja yang unggul umumnya menuntut
investasi yang signifikan pada orang, sistem dan proses yang membangun
kemampuan organisasi. Akibatnya, tujuan dan ukuran untuk fihak yang
memungkinkan kinerja yang handal ini dikemudian hari harus merupakan bagian
yang integral dari suatu Balance Scorecard organisasi. Suatu kelompok
inti dari tiga ukuran yang terdiri dari kepuasan pegawai, kesetiaan pegawai dan
produktifitas pegawai memberikan ukuran hasil ke dalam pegawai, sistem dan
Penyetaraan/keselarasan organisasi. Para pendorong hasil ini sekarang agak
generik dan kurang berkembang daripada ketiga perspektif Balance Scorecard
lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Mirza,
Teuku. 1997. Balance Scorecard. Usahawan. Jakarta.
Kaplan.
Robert S dan David Norton. 1996. Balanced Scorecard: Transalting Startegi
Info Action Bostom: Harvard Business School.
Kaplan, R. S., & Norton, D. P. 2004. Strategy
maps: Converting intangible assets into tangible outcomes. Boston: Harvard
Business School Press.
Mun`im
Azka. 2001. Balance Scorecard Sebagai Alat ukur Kinerja. Azka Press.
Wijaya,
Tunggal, Amin. 2002. Mamahami Konsep Balance Scorecard. Cetakan ke 2:
Harvindo
Gaspersz,
Vincent. 2002. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard
dengan Six Sigma.
Gramedia: Jakarta.
Amin Widjaja T. 2002. Memahami Balanced
Scorecard. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Sony
Yuwono, et.al; 2003. Petunjuk
Praktis Penyusunan Balanced Scorecard. PT. Gramedia
Pustaka: Jakarta.