Kamis, 17 Oktober 2013

MEM-BLACKLIST PERGURUAN TINGGI YANG TIDAK BERMUTU



         Pada  UU No 12/2012 telah tegaskan bahwa setiap institusi (lembaga) pendidikan harus terakreditasi, kalau saat ini masih berlaku regulasi lama yaitu cukup akreditasi prodi saja, namun ke depan institusi harus terakreditasi pula. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberi batas waktu sampai 10 Agustus 2014 untuk mengajukan akreditasi institusi, jika syarat tidak terpenuhi, ijazah yang dikeluarkan dianggap “bodong” alias illegal.
          Menanggapi hal itu, lembaga perguruan tinggi harus bertindak cepat, yang belum mengajukan akreditasi harus bergegas. Di sisi lain pemerintah harus tanggap. Tahun ini ada 7 ribu prodi yang memasukkan akreditasi BAN-PT, namun bisa dipastikan tidak semuanya berhasil lulus akreditasi. salah satu kendalanya adalah biaya. Anggaran dalam APBN 2013 hanya memberikan alokasi untuk 3200 Prodi, sekali akreditasi menghabiskan biaaya Rp. 30 Juta menurut Jawa Pos (18/10/2013). Belum lagi masa pengurusan akreditasi yang bisa sampai enam bulan.
          Berdasarkan data dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), di antara ribuan perguruan tinggi negeri dan swasta tersebut, hanya sekitar 20 persen atau 720 kampus yang mengikuti program akreditasi. Artinya, masih ada lebih dari 3 ribu perguruan tinggi yang masuk kategori “tidak jelas”. Mereka memang masih bisa beroperasi dan menyelenggarakan program pendidikan tinggi.
         Standarisasi pendidikan memang perlu dan secara terus menerus dilakukan guna memperbaiki kualitas pendidikan yang pada gilirannya nanti tidak ada lagi perbedaan antara swasta dengan negeri dengan catatan mereka lulusa dari proses standarisasi yang dilakukan secara akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan secara riil kepada masyarakat. Contoh saja di Amerika serikat, Oxford University adalah kampus swasta tetapi menjadi "the best" kampus di dunia, selain itu di negeri kita saat ini, pada level pendidikan dasar, kepercayaan masyarakat juga mulai bergeser dari sekolah Negeri ke sekolah swasta yang memberikan pembelajaran lebih berkualitas dari pada yang lain, walaupun hal ini juga menimbulkan konsekwensi terhadap pembiayaan yang lebih tinggi dari yang lain.
             Memang sikap pragmatis masyarakat yang masih menginginkan adanya pendidikan murah, mudah dan cepat seringkali mengganggu upaya perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Alhasil, inipula yang mendorong sebagian lembaga perguruan tinggi untuk memberikan layanan sesuai dengan apa yang mereka harapkan dengan "melanggar" etika mutu dalam pendidikan.
              Pendidikan yang murah tidak berarti "murahan" seperti barang yang mudah rusak dan lapuk, kualitas pendidikan yang baik pasti ditunjukkan melalui proses yang baik pula, sebab tidak mungkin produk pendidikan akan berkualitas, jika pada prosesnya dilakukan secara asal-asalan.
          Menurut Muhajir dalam Jawa Pos (18/10), Saat ini ada 3.218 perguruan tinggi swasta (PTS), 93 Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dan 614 Perguruan Tinggi Agama (negeri maupun swasta) dan PTN kedinasan. Akibat keterbatasan anggaran dan minimnya tenaga assessor, BAN-PT hanya bisa mengakreditasi kurang dari 10 persen PT dalam setahun.
          Melihat kondisi tersebut, sulit kiranya semua kampus mampu lolos akreditasi pada Agustus tahun depan. Itu berarti akan ada institusi atau prodi yang tidak terakreditasi. Otomatis ijazah yang dikeluarkan juga "tidak sah". Sehingga masyarakat perlu waspada dan tidak muda tergiyur dengan memilih perguruan tinggi karena rayuan manis belaka bukan berbasis kualitas yang pada akhirnya perguruan tinggi yang tidak bermutu atau meluluskan mahasiswa yang tidak sesuai dengan pernsyaratan UU akan di blacklist oleh masyarakat sendiri. Wallahu A’alam (@guszain2013).

2 komentar:

  1. kalao ndak salah ini kemarin pas keluar di Halaman JAwa POS,,kampus yang mngeluarkan ijazah Bodong,,,,

    BalasHapus