(GURU YANG KEHILANGAN PERANNYA)
Aksi koin peduli yang digagas Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Berau, Kalimantan Timur (Kaltim), untuk membantu guru yang divonis denda Rp 20 juta karena mencubit siswa, sungguh mulai mengoyak peran dan fungsi guru sebagai tenaga pendidikan di lingkungan pendidikan.
Kejadian itu dimuat Jawapos (11/10/2013), alhasil hal itu memunculkan solidaritas pada guru untuk mengumpulan Koin sehingga terkumpul 45.719.875. Sejenak kita mengkaji kedudukan dan posisi guru dalam mendidik para siswanya. Guru dalam bahasa Jawa merupakan akronim dari kalimat di gugu lan ditiru, artinya orang yang memiliki peran sentral dalam mendidik anak agar perilaku yang baik dapat dianut dan ditiru oleh anak (siswa).
Sejatinya memang seorang guru tidak boleh mencederai anak, karena hal itu akan mencederainya tidak hanya secara fisik tetapi juga secara Psikologis, namun jika niat seorang guru untuk "mencubit" anak adalah semata-mata agar mereka mengetahui kesalahannya, bukankan hal itu juga demi kebaikannya. Memang saya tidak setuju dan bahkan mengecam para guru yang tega melecehkan siswa secara seksual sebagaimana kasus-kasus yang ada saat ini, ataupun guru yang menghajar, menendang, menempeleng siswanya sehingga mengalami kerusakan fisiknya. Tetapi jika semunya jenis hukuman ditiadakan, maka bagaimana cara merubah pola pikir dan perilaku "manusia" ketika mereka berbuat sesuatu yang melanggar hukum misalnya, atau melukai siswa lain???. (baca: kasus pembunuhan siswa pada siswa lain dalam perkelahian antara pelajar SMAN 8 beberapa bulan yang lalu), lantas apakah sebanding kenakalan yang mereka buat dengan "cubitan" yang diberikan guru kepada siswanya yang memang bandel dan susah untuk dinasehati???.
Kasus di atas sebagaimana diberitakan, majelis hakim menjatuhkan vonis denda 20 juta atau satu bulan penjara terhadap Rizal Hadi (RH), guru SDN Tanjung Redeb, pada kasus pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redep Kamis (3/10). Ketua Majlis Hakim Suranto SH Menilai RH bersalah telah mencubit siswa.
Wajar jika kemudian, PGRI dan alumni merespon vonis tersebut SD 018 Tanjung Redeb menggelar koin peduli untuk RH, mereka tidak ingin seorang guru mendekam di penjaran gara-gara mendidik siswanya. Vonis tersebut menurut saya terlalu berlebihan, dan membuat guru semakin berat untuk menjalankan peran sebagai pendidik bangsa Ini.
Kalau mau jujur, lihatlah tayangan film-film remaja hari ini, mereka secara sengaja atau tidak memposisikan guru sebagai orang yang "Bengis, Judes, Cenderung Benar Sendiri, Mudah di Tipu, dan lain sebagainya, dan sebaliknya memposisikan cinta atau percintaan para remaja yang lebih ditonjolkan, sehingga lambat laun posisi guru (pendidik) tidak akan dihormati lagi oleh siswanya, dengan alasan menghargai siswa, hak asasi manusia (HAM) dan alasan lainnya. Jika orang tua dan masyarakat meresa lembaga pendidikan tidak baik, maka mengapa mereka tidak mendidik anak mereka di RUMAH mereka sendiri atau di lingkungan keluarga sendiri, justru menyekolahkan anaknya di tempat yang relatif jauh dari tempat tinggal mereka???. Wallahu A'lamu Bishowab. (@guszain)
assalamualaikum,
BalasHapussetelah saya membaca artikel bapak tersebut, saya merasa kalau pendidikan di era modern sekarang ini memerlukan seorang guru yang lebih berkompeten dalam menghadapi anak didik mereka, ada banyaknya karakter anak didik yang berbeda membuat seorang figur guru harus selalu "update" terhadap perkembangan zaman. Tidak ditutup kemungkinan guru yang minim informasi dapat tertinggal jauh oleh muridnya. terimakasih
Assalamualaikum,
BalasHapusmenurut saya pendidikan sekarang sudah cukup baik, tetapi peran guru dizaman sekarang memang kurang dihargai. Banyak seorang siswa yang membangkang terhadap guru karena mereka merasa mempunyai hak asasi manusia dan ingin kebebasan.Tidak melihat guru itu melakukan sesuatu untuk mendidik kita agar jera atau bisa konsen terhadap pelajaran.menurut saya vonis itu jga terlalu berlebihan. Terima kasih
selamat pagi pak,
BalasHapussetelah saya membaca artikel yang bapak tulis, menurut pendapat saya pak tidak perlu ada yang dipersalahkan karen akedua belah pihak, baik guru maupun siswa kurang menjalin komunikasi dengan baik dalam menyelesaikan masalah, agar tidak timbul masalah seperti yang dialami guru yang divonis 1 bulan penjara dan denda 20 juta dikarenakan mencubit salah satu siswa. terimakasih
Trimakasih atas komentarnya, semua pendapat bisa jadi benar, tegantung dari sudut mana kita melihat. Tetapi untuk mengatakan setuju atau tidak, maka perlu kita melihat asensi dan substansi pendidikan. Sejatinya pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik kepada peserta didik agar terbentuk ketaqwaan kepada Tuhan YME, memiliki kecerdasan, keterampilan, kecakapan, berbudi pekerti luhur (berakhlak) sehingga terbentuk pribadi yang paripurna. Nah bagaimana itu, tentu menjawabnya tidaklah mudah, karena butuh penjelasan yang sangat pajang untuk menguraikannya. Tapi marilah kita belajar bagaimana POSISI GURU dan SISWA itu sendiri dalam pendidikan. Jika kita mengikuti model pendidikan Islam, maka guru memiliki peran utama dalam pendidikan yang tidak tergantikan oleh apapun, sebab sejatinya media pembelajaran adalah alat bantu yang bersifat netral, tergantung siapa yang menggunakannya, sedangkan guru di dalam dirinya melekat sikap dan sifatnya, sebab itu Guru adalah di gugu dan ditiru (pribadi yang patut dicontoh) dengan tidak menafikan masih ada beberapa guru yang berbuat tidak baik. Di sisi lain, siswa seharusnya memiliki posisi sebagai peserta didik, dia objek sekaligus subjek pendidikan, yang boleh jadi belum tau mengenai beberapa hal terutama moral dan akhlak. Boleh jadi tujuan dari mencubit bukan sekedar untuk menyakiti tetapi lebih dari itu agar peserta didik sadar dan mengetahui kesalahannya. Saya sebagai murid yang dulu pernah bersalah kepada guru lalu dicubit, mungkin saat itu merasa jengkel. Tetapi saat ini saya menyadari andaikan kesalahan yang pernah saya lakukan dibiarkan begitu saja, mungkin hari ini saya akan melakukan kesalahan yang besar, sebab saya tidak tahu bahwa perbuatan itu salah. Wallahu A'lamu Bishowab
BalasHapus